Jumat, 07 Maret 2014

Pengasuhan Anak di Jerman



Anak atau karir ? Di Jerman, wanita bekerja dan belajar adalah hal yang umum dilakukan. Bagaimana dengan wanita yang sudah memiliki anak? Siapa yang akan mengasuh anaknya, terutama yang masih balita ? Semua kekhawatiran tersebut sudah teratasi oleh pemerintah Jerman.

Tempat penitipan anak di Jerman menerima anak berusia mulai dari 6 bulan. Hal ini sangat melegakan kaum ibu, karena biasanya mereka mendapat cuti setelah melahirkan sampai 14 bulan (kondisi tiap negara bagian berbeda). Anak di titipkan sesuai dengan jam ibu bekerja, mulai dari 4, 6, 10 sampai 12 jam. Tempat penitipan anak untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun di Jerman dikenal dengan nama Krippe. Disini anak-anak belajar mandiri dan bekerjasama, misalnya belajar makan sendiri dan bersosialisasi dengan orang lain. Setelah anak berusia 3 tahun, mereka memasuki Taman Kanak- kanak (Kindergarten) sampai usia 6 tahun.

Di Sekolah Dasar juga terdapat tempat penitipan anak yang dikenal dengan Hort. Disini anak di arahkan untuk belajar dan menyelesaikan pekerjaan sekolahnya. Setelah  belajar mereka bisa bermain bersama teman sebayanya. Tempat penitipan ini di sediakan untuk usia sekolah dasar, yaitu sampai anak duduk di kelas 5. Setelah itu, mereka bisa masuk ke Jugendclub, yaitu tempat beraktivitas pulang sekolah untuk anak diatas umur 10 tahun. Berbeda dengan Hort, di Jugendclub anak bisa melakukan aktivitas yang mereka sukai, misalnya berolahraga, bermain musik atau bahkan mengerjakan pekerjaan sekolah yang menurut mereka sulit. Semua kegiatan anak setelah pulang sekolah sudah diarahkan dan diatur di tempat penitipan anak tersebut. Fasilitas yang diberikan pemerintah ini ada yang diberikan secara cuma-cuma, tetapi  ada juga yang berbayar.

Meskipun begitu, tempat penitipan anak di Jerman masih kurang mencukupi dalam hal kuantitas. Akhirnya keluarga mengambil jasa Au Pair, yaitu jasa dari mahasiswa atau orang yang belajar bahasa asing dan ingin mengaplikasikan kemampuan berbahasanya di negara tersebut. Program Au Pair ini terkenal di Eropa, terutama di Jerman. Keluarga sangat terbantu dengan kehadiran Au Pair karena membantu bukan hanya urusan anak, tapi juga membantu dalam urusan rumah tangga. Akan tetapi, keluarga harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendatangkan Au Pair dan menggajinya tiap bulan. Tapi itu masih belum seberapa bila dibandingkan dengan keluarga mengambil jasa baby sitter dengan biaya lebih mahal. Kontrak Au Pair dari 6 bulan sampai 12 bulan dan bisa diperpanjang sampai 18 bulan. Selain menguntungkan untuk keluarga, juga menguntungkan untuk Au Pair itu sendiri, karena diberikan waktu luang pada akhir pekan dan diizinkan untuk kursus atau belajar ketika si ibu sudah kembali dari kantor.

Pemerintah Jerman sudah mengupayakan fasilitas penitipan anak sampai memudahkan kepengurusan program Au Pair untuk meningkatkan jumlah kelahiran di Jerman dan agar wanita tetap bisa bekerja meskipun sudah memiliki anak.  Memiliki anak dan berkarir? Kenapa tidak :)

Sabtu, 19 Desember 2009

English oh...english...

Pentingkah penguasaan bahasa inggris dalam kehidupan Anda ? Sangat penting! Apabila diukur dalam prosentase kehidupan Anda sehari-hari, pastinya tiap hari Anda akan bertemu dengan bahasa Inggris hampir 80%. Akan tetapi, tidak semua orang menyadari kepentingan bahasa Ratu Elisabeth tersebut. Misalnya, pada kejadian yang pernah saya alami.
Suatu hari... (duh, kok ceritanya kayak dongeng ya?) saat itu saya sedang mengantri pada sebuah mini market. Seperti biasa, setelah berbelanja, mengantri di kasir. Saya giliran no 3 setelah seorang ibu paruh baya dengan kartu belanjanya. Setelah menunggu, saya baru menyadari ternyata antrian di depan saya tidak kunjung berkurang, malah tambah panjang di belakang saya. Terdengar suara gerutuan orang-orang di belakang saya. "Duh.. kok lama banget mas". Antara bingung dan penasaran, saya mencoba mendekati si mas kasir. Ternyata si mas kesulitan menggunakan kartu belanja si ibu tadi. Kartu belanja model isi ulang yang tinggal di scan langsung bisa buat bayar. Tiap si mas kasir menscan kartu tersebut, keluar tulisan yang sepertinya tidak dimengerti oleh si mas kasir, karena dia selalu mencari tulisan tersebut di kertas yang ditempel di samping meja kasirnya dan wajahnya sudah hampir putus asa ketika yang dicari tidak ketemu. Saya mencoba melongok bunyi tulisannya. "Insufficient Fund" loh... bukannya dana yang ada di dalam kartu tersebut tidak cukup. Karena belum yakin, saya coba lihat sekali lagi ketika si mas kasir menscan kartu itu. Ternyata memang benar , tidak cukup dana untuk membayar belanjaan si ibu yang bernilai Rp. 145.000,-. "Mas, itu dana yang di kartu gak cukup", ujar saya. Si mas kasir tambah frustasi"Nggak kok bu, kan belanjanya cuma 145 ribu, sedangkan di kartu masih ada 150 ribu". "Loh mas, kalau cukup, tidak akan keluar tulisan insufficient Fund". "Tapi bu, pasti cukup. atau lagi error ya??" Nah loh, kok bisa langsung menyimpulkan error. "Mas, mungkin ada minimum simpanannya di kartu, 10ribu mungkin". Si mas kasir diam saja tidak menanggapi ucapan saya, kemudian datang temannya dan berkata "Iya, harus ada saldo minimal di kartu, kalo gak salah 10ribu". Loh... kok gak ada kepastian, kenapa kalo gak salah. Lalu si mas kasir tadi pergi dan digantikan temannya yang baru datang. Si ibu pemilik kartu akhirnya membayar dengan uang tunai dan meninggalkan mini market dengan muka bete. sama betenya dengan pelanggan yang lain. Mungkin si ibu tidak akan lagi menggunakan kartunya untuk belanja karena kapok. hihihi...
Teknologi memang bermaksud memudahkan, akan tetapi sebagai pengguna teknologi, seharusnya menguasai atau minimal memahami bahasa teknologi tersebut. Memang sebagian besar alat elektronik menggunakan bahasa Inggris. Meskipun ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia, seperti mesin ATM. Saya punya seorang teman yang tidak mau belajar menggunakan komputer hanya karena dia tidak bisa bahasa Inggris. Padahal anak-anak kita belajar bahasa Inggris dari film, komputer dan bermain game online atau PS loh...
Jadi, belajar bahasa Inggris dari sekarang yuuuukkk....

Kamis, 17 Desember 2009

Belajar bahasa Jerman sambil joget

Teringat saat SMP, ketika belajar bahasa Inggris, dijejelin teks panjang tiap ketemu pelajarannya, wajib bawa kamus, guru yang bahasa Inggrisnya medok "the" jadi dibaca "ndhe". hehe.... pengalaman yang kurang menyenangkan tentunya. Tapi sekarang belajar bahasa asing menjadi lebih mengasikkan. Siswa bisa membuka website tertentu dan asik bermain games, guru memberikan pelajaran lewat presentasi power point dan tampilan video di kelas. Nah.. memberikan pelajaran bahasa asing lewat lagu bisa lewat lagu-lagu yang dibuat oleh Uwe Kind. Siapakah dia ? Bisa di cek di alamat berikut http://lingotechtunes.com
Lagu-lagu yang diciptakan menggunakan bahasa Jerman, Spanyol dan Latin. Lirik lagu, gerakan dan contoh lagunya juga bisa diunduh diwebsite tersebut. Ada beberapa lagu yang saya suka karena liriknya mudah dan gerakannya ajib... (jadi agak-agak ngebayangin, gimana reaksi siswa kalau disuruh joget... heboh pasti - das ist deutsche Klasse). yah.. harap dimaklumi karena lagu-lagu ini belum sempat dipraktekkan di kelas, karena keburu libur (jadi gak sabar masuk sekolah lagi). Cek lagu "Ich bin Cool, Wackel mit dem Po, dan Indonesier (lagu ini khusus dibuat Uwe Kind ketika dia berkunjung ke Indonesia bulan April 2009 lalu). Met ngunduh dan joget ria !!!